Merbabu Jalur Pendakian Yang Bikin Rindu Part I
Merbabu merupakan gunung api yang sudah lama tidak aktif lagi, gunung ini terkahir meletus tahun 1797. Hingga saat ini meninggalkan beberapa kawah yang masih bau belerang. Gunung ini memiliki ketinggian 3142 MDPL ada juga yang bilang 3145 MDPL. Gunung ini memiliki 3 puncak utama yaitu, Puncak Syarif, Puncak Kenteng Songo dan Puncak Trianggulasi. Untuk mencapai ketiganya bisa ditempuh dari berbagai basecamp yang tersebar di beberapa kabupaten.Kabupaten Boyolali ada 3 jalur resmi yang bisa di lewat yaitu: Basecamp Selo Lama, Basecamp Gancik (Selo Baru), Basecamp Timbua Ampel dan masih ada jalur yang tidak resmi yaitu Basecamp Ngagrong Ampel dan Bascecamp Pantaran Ampel.
Kabupaten Semarang bisa ditempuh lewat basecamp Thekelan dan Basecamp Cunthel Kopeng, Sementara itu di Kabupaten Magelang, ada basecamp Wekas, Grenden dan Suwanting. Dan sebenarnya masih ada beberapa jalur illegal lain untuk bisa sampai ke puncak gunung Merbabu.
Kali ini saya akan paparkan jalur pendakian merbabu lewat Basecamp Timbua Ampel.
Awalnya saya sangat penasaran dengan basecamp ini, saya mendapat cerita dari para senior yang memiliki basecamp Primapala. Mereka adalah karyawan dari PT. Primayudha Mandiriwijaya. Sampai akhirnya saya survei lokasi basecamp sebelum naik ke Merbabu. Dari cerita itu akhirnya saya dan beberapa teman sepakat untuk naik Merbabu lewat Timbua. Kami dari Klaten, Demak, Salatiga dan Ampel. Hari H telah ditentunkan, akhirnya kami sepakat mepo di daerah Pertigaan Sruwen. Saat itu perjalanan memang agak sulit untuk mencapai di Basecamp Timbua, selain jalan banyak tanjakan yang terjal masih ada beberapa titik jalan yang belum di cor masih menggunakan batu alami yang tertata cukup rapi. Namun untuk saat ini jalan ke sana sudah halus relatif mudah untuk mencapai basecamp. Saran saja, kalau menggunakan motor matic harus dalam kondisi prima motornya, dan jika menggunakan motor yang oper gigi harus pandai-pandai mengoper giginya, baik saat naik ataupun saat turun.
Akhirnya perjalanan kami mulai dari basecamp pukul 10:00 WIB pagi. Berdoa terlebih dahulu dan pamit kepada pengelolanya.
Perjalanan kami sampai pos 1 seperti kumbang kecil di atas, kurang lebih 2 jam untuk sampai ke pos 1. Sebelumnya kami melewati pos bayangan yang namanya cukup unik yaitu Endureng Bacin. Tidak tau apa makna dari kata itu, tapi yang jelas tempat itu sangat teduh untuk sekedar melepaskan lelah setelah menapaki jalan perkebunan petani yang sangat panjang. Tanaman sayur mayur juga sangat tumbuh subur di kebun para petani yang sangat ramah kepada setiap pendaki yang lewat. Oh ya jalur ini dikenal dengan jalur sun rise, jadi kapanpun kalau kita naik, tidak usah takut tidak dapat sun rise hehehee.
Setelah dua jam kami sampai di pos 1, pos ini cukup luas untuk mendirikan tenda bisa 4 -5 tenda bisa di bangun di tempat ini. Selain view juga bagus, di tempat ini pula ada mata air yang bisa diambil Bisa melalui pipa yang tersedia, atau di sebelah kanan jalur pendakian ada air sungai yang bisa di ambil airnya.
Setengah jam kami istirahat, dingin mulai menyelimuti badan, sehingga kami segera bergegas untuk naik ke pos 2. Dari pos 1 ke pos 2 tidak terlalu jauh kurang lebih 1 jam, cukup teduh untuk rehat juga, tempat nya datar dan sebelah kiri ada beberapa bukit dengan ilalang tumbuh liar yang setinggi dada orang dewasa. Jadi tips pendakian disini teman-teman harus memakai kaos dan celana panjang agar tidak tergores daun ilalang. Masker juga jangan lupa karena terkadang juga ilalang menyapa muka kita hehehehe.
Lanjut ke pos tiga yang disebut dengan tanjakan panjang. Perjalanan ini sangat menguras tenaga, selain jaraknya juga jauh untuk mencapai pos tiga membutuhkan waktu kurang lebih 2 jam. Dengan medan dibuat zig zag jadi tidak terlalu menanjak. Karena pada jalur ini vegetasi sudah mulai berkurang jadi kalau kita naiknya pada siang hari panas juga menyengat. Makanya, memang harus pandai pandai mengatur segala keperluannya.
Penampakan Pos 2
Pemandangan depan Pos 2
Akhirnya kami sampai pos 3 pada pukul 15:30 WIB, di sini dan pada saat itu ada yang camp di sana, dan pada saat kami sampai mereka menawarkan kami Kopi, dan Mie instan rasa Kari. Artinya sangat menusuk hati yakni Kopi dan Mie Instan rasa KARIMANGAN. Dalam keadaan lapar ahhh bodo amat deh dengan banyolan kami, yang penting perut kami terisi dan lumayan kenyang hehehehe...
Pos 3 Mainan 2 |
Nah disnilah kami hampir menyerah, untuk segera mendirikan tenda, karena kalau dari peta perjalanan untuk menuju ke pos 4 membutukan waktu 1,5 jam perjalanan. Namun dari teman yang camp di pos 3 mereka mengatakan kalau pos 4 tidak jauh dari pos 3 tidak sampai 40 menit sudah sampai. Sedikit ragu sebenarnya saat kami melangkahkan kaki, namun karena berbekal mie rasa kari tadi kami akhirnya sepakat untuk camp di pos 4.
Perjalanan menuju ke pos 4 pun sangat wonderfull pokoknya, bias - bias mentari senja sangat ranum untuk di ekpose dan dibidik dengan kamera kami. Awan putih pun menggumpal di depan mata kami yang menambah rasa syukur kami selama perjalanan. Selain itu batas cakrawala juga sudah terlihat jelas antara awan dan langit biru yang cerah pada saat itu. Gunugn Lawu juga terlihat menyembulkan wajahnya dari kejauhan. Ahhhh... seolah melambai-lambai untuk minta dihampirinya hehehehe. Hemmmbbb... "Maka nikmat Tuhan mana lagi yang akan kau dustakan" itu kata yang tersirat pada benakku pada saat itu.
view sunset menjelang pos 4 |
Pos 4 Kihajar Sampurno |
Tatapan mata kami dalam tenda arah sunrise |
Ternyata apa yang disampaikan teman di pos 3 benar adanya, tidak sampai 40 menitpun kami sampai di pos 4. Huffttt... akhirnya bisa membuat rumah kecil buat rehat semalaman. Masak air untuk menghangatkan tubuh kami, dan akhirnya setelah makan malam, sholat maghrib serta sholat isyak kami melanjutkan perjalanan kami dalam mimpi. Saat itu itu tidak terlalu dingin, hingga kami cukup dengan SB saja. Sesekali kami bangun untuk meyakinkan agar kami tidak telat untuk summit. Karena kesepakatan kami ingin summit pada pukul 03:00 WIB. Benar juga akhirnya kami jam 2:30 kami bangun dan siap-siap buat summit.
Dari rombongan kami berdelapan hanya empat orang yang naik ke puncak merbabu, lainnya tinggal di tenda dan kebagian untuk masak. Pukul 03:00 WIB kami summit. Berbekal berebekal air mineral dan makanan kami menuju pos 5. Dari peta yang diberikan, untuk menuju pos 5 membutuhkan 2.5 jam, selain jalan lumayan terjal dan dibuat zig zag kami tetap semangat untuk bisa segera sampai pos 5. Di tengah perjalanan teman kami terjadi masalah dengan perutnya. Mual dan selalu ingin mutah-mutah. Akhirnya kami rehat sebentar dan kami olesi perutnya dengan minyak kayu putih. Setengah gontai kami tetap berjalan dan kami bergantian membawa bekal. Akhirnya pukul 05:30 kami sampai di pos 5.
Menjelang sunrise |
Pos 5 Watu Tumpang |
Batas Cakrawalan bersama Pucuknya Gunung Lawu |
Di pos 5 inilah, akhirnya puncak mual temanku tadi. Di sini dia keluarkan segala isi perutnya, yang akhirnya bisa lebih baik kondisi badannya. Ini yang dinamakan mabuk gunung, jadi penyakit ini biasa menyerang kepada para pendaki yang biasanya kurang persiapan pada saat awal mau mendaki atau awal summit. Mabuk gunung ini dikarenakan kekenyangan makan atau makan terlalu sedikit saat mau melakukan pendakian ataupun summit. Jadi akan lebih baik mengkonsumsi secukupnya sehingga tidak terlalu kenyang dan perut bisa diajak kompromi.
Sambil menunggu sun rise kami sarapan di sini dengan bekal kami secukupnya. Sesaat dari itu sun rise pun menyapa kami. Moment yang hangat itu kami manfaatkan buat diabadikan tentunya hehehe. Perjalanan kami lanjutkan menuju Watu Lumpang. Jaraknya tidak terlalu jauh dari pos 5, tapi viewnya gaeeess yang membuat perjalanan kami jadi semakin lamban.
Disinilah kami mulai bertemu dengan bunga abadi Edelweis yang saat itu mulai mekar, ranum kemerahan mentari pagi itu menyejukkan mata saat ku membau bunga abadi ini. Tanjakan dari pos 4 ke pos 4 dan Watu Lumpang sangat menghabiskan tenaga kami. Hingga kami menyebutnya sebagai "Tanjakan Jahanam". Tapi view tidak sejahanam tanjakannya. Lelah itu terbayarkan dengan lembah dan kelok Gunung Merbabu, tak ada kata menyesal di benak kami.
Cantikkan Sunrisenya hehehehehe.... |
Pun ilalang tetap melambai ke matahari meski terkadang merasa kepanasan |
Cintaku padamu kan tetap abadi seperti julukanmu Edelwis |
Dari Watu Lumpang kami menuju ke Jembatan yang akan kita lewati saat di akherat nanti, yakni Jembata Syirotol Mustaqiim. Mendengar namanya saja sudah seram, apalagi melewatinya. Berdebar saat jembatan itu di hadapan kami. Sekitar 50 meter dengan lebar 2 meter dan kanan-kiri jurang yang dalam. Mungkin itu yang akhirnya jembatan ini disebut dengan Jembatan Syirotol Mustaqiim. Akhirnya tapak kaki kami mulai berjalan di jembatan tersebut. Alhamdulillah jembatan ini tidak seseram yang kami bayangkan. Justru jembatan ini menyuguhkan view yang sangat amazing.
Gimana tidak amazing, di hadapan saya ada background foto yang tidak ada dua nya bisa kulihat dua gunung kembar dihadapan saya .. upssss jangan negatif dulu ya hehehe...
Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro terlihat jelas dengan sedikit bongkahan batu yang akhirnya menjadi studio raksasa untuk pengambilan gambar.
Merbabu Via Timbua Ampel Boyolali |
Studio Foto Super Amazing |
Sebenarnya tak mau juga aku cepat cepat meninggalkan lokasi ini tapi apa mau dikata, perjalanan kami menuju puncakpun belum tersampaikan. Kami lanjutkan kembali ke tujuan utama, masih di Jembatan Syirotol Mustaqiim, jembatan lainnya menyuguhkan ada tebing yang harus kami tanjaki dengan hati-hati karena kalau tidak kita akan terperosok ke dalam jurang yang sangat dalam. Lagi-lagi kami juga tetap disuguhkan pemandangan yang menakjubkan.
Merapi sudah mulai menyapa dengan asap belerang yang membumbung ke udara, dan beberapa bunga liar pun menjadi bagian hunting foto kami. Dan bahu-bahu Merbabu itu melekuk bagai ekor ekor ular naga yang mengerucut ke puncaknya.
Lekuk-Lekuk Merbabu yang terlihat mempesona |
Merapipun masih malu-malu menampkakkan wajahnya |
Jembatan Syirotol Mustaqiim
Bunga apa, entah aku tak tau namanya, tapi cantik sekali yaaa
Tidak jauh dari sini, kami segera bergegas untuk mencapai tujuan kami. Disambut matahari yang sudah mulai menghangat. Kabut putih bagaikan kapaspun juga turut menghiasi panorama yang tersuguhkan. Rasanya, lelahkku hilang begitu saja ketika kami menapaki puncak Merbabu yakni Puncak Syarif. Puncak inilah akhirnya yang mengkakhiri perjuangan kami, karena kami tidak melanjutkan ke puncak Kenteng Songo dan Puncak Trianggulasi. Bukan tidak mampu, tapi kami tetap mengingat teman kami yang menunggu di pos 4.
Tidak lupa kami mengagendakan untuk foto bersama, meminta seseorang untuk mengabadikan kami. Foto agak lebay juga dan unik biar berkesan bahwa mendaki itu mengasikkan dan tidak membosankan. Meski harus kedinginan, kepanasan, kecapekan dan super dekil, namun dibalik itu semua ada hikmah yang kita dapatkan. Selain menambah syukur kita kepada Allaah SWT, kita juga menciptakan kebersamaan dalam tim yang sholid, hingga candu gunung itu menjadi daya tarik sendiri untuk diulang kembali nantinya.
Akhirnya kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kami kekuatan hingga kami bisa mencapai Puncak ini. TanpaMU kami tidak mungkin sanggup untuk berjalan sejauh ini ya Rabb kami.
Puncak Syarif 3119 MDPL
Sumbing, Sindoro, Perahu, Andong dan Telomoyo yang menghiasi panorama kami |
Hanya angin dan semak belukar yang akhirnya menemani kami untuk menyusuri jalan kami pulang. Sesekali mentaripun memberikan energi kami untuk tetap melangkahkan kaki kami ke pos 4 dan bertemu dengan teman-teman. Banyak terimakasih kepada teman-teman yang menjadi bagian cerita dalam tulisanku kali ini. Semoga menjadi wadah ilmu buat saya khususnya dan kepada para pembaca lainnnya. Aamiin
Pengalaman yang menarik...
BalasHapushehehe thank you pak
HapusApa ada guidenya mas?
BalasHapus