Mendaki Gunung Lawu Part I (Ketemu Bule Lagi)
Bule Oh Bule |
Perjalanan kali ini kami mulai dari Kota Salatiga tepatnya waktu itu dengan berjanjian dengan Kak Ardhi yang kala itu mengantar barang ke Semarang. Janjian awal adalah mau silaturrohiim ke tempat beliau dan paginya akan ke Gerojogan Sewu Tawangmangu. Namun setelah dipikir-pikir karena lokasi tersebut ada di kaki Gunung Lawu, akhirnya kami memutuskan untuk naik Gunung Lawu lewat basecamp Cemoro Sewu.
Sesampai di tempat kak Ardhi saya dipersilahkan istirahat sementara beliau pergi ke kantornya kembali untuk laporan dari tugas-tugasnya. Sementara saya berkomunikasi dengan bang Mbegog Soak Solo untuk diajak gabung naik ke Gunung Lawu dan beliaupun menyanggupinya.
Perjalanan dari Karanganyar kami mulai pada sore hari pukul 5 yang kala itu diiringi dengan hujan rintik-rintik. Dengan motor kami pacu perjalanan kami ke basecamp Cemoro Sewu. Karena tidak tau jalan saya hanya nebeng di belakang dan pada pukul 18:30 kami sudah sampai di basecamp Cemoro Sewu dan menunggu kedatangan bang Mbegog yang kala itu baru sampai pada pukul 20:00 bersama dengan kedua temannya. Kami mengisi perut kami di sebuah warung makan pinggir jalan raya dengan menu yang sederhana namun sangat nikmat dengan harga yang terjangkau. Usai makan malam kami mendaftarkan diri untuk masuk dan naik gunung Lawu pada pukul 21:00 dan bang Mbegog yang mengurus semua.
Makan Malam di Warung |
Perjalanan saya rasakan sangat enak malam itu karena baru kali pertama dan belum tahu medan saya fikir jalannya yang landai dan lebar itu pikiran yang pertama. Semakin ke atas jalan semakin mengecil dan tinggallah jalan setapak yang sudah mulai beranak tangga dengan batu-batu gunung yang tersusun rapi. Sampai di pos 1 kami butuhkan waktu satu jam kala itu. Istirahat sebentar kami melanjutkan ke pos 2 yang akhirnya kami tempuh tidak kuranglebih 2 jam karena memang ini jarak pos yang terjauh diantara pos yang lain di jalur Cemoro Sewu.
Menuju ke pos 3 rasa kantukpun sudah mulai menyerang saya. Maklum di tempat kak Ardhi tidak digunakan istirahat tapi malah jalan-jalan dan nonton sepak bola di dekat kos-kosannya. Perjalanan mulai mengendor dan sesekali teman-teman menyemangatiku untuk diajak jalan lagi. Ini pos tiganya mana kok tidak sampai sampai gumamku saat itu. Alhasil beberapa kali aku harus terkantuk-kantuk saat istirahat sambil sesekali minum air mineral yang kami bawa untuk melepaskan dahaga. Pukul 01:00 pun kami baru sampai pos 3 dan kamipun beristirahat sejenak dan mengeluarkan bekal kami untuk dimakan malam itu.
Seperempat jam kemudian kami lanjutkan lagi menuju pos 4. Jalan masih berbatu dan sedikit beranak tangga namun tidak separah dari pos 2 ke pos 3. Dengan langkah kecilku aku tetap disemangati untuk segera sampai ke pos 4 yang akhirnya kami tempuh kurang dari satu jam. Kami hanya rehat sejenak di pos 4 dan bergegas menuju ke Pos 5. Kebetulan malam itu bulan sangat bersahabat dan angin yang tidak bertiup terlalu kencang yang sedikit memudahkan perjalanan kami. Meskipun begitu kami tetap hati-hati dalam perjalanan kami. Kurang lebih pukul 02:00 kami sampai di pos 5.
Jalan semakin bersahabat dengan jalanan yang tertata batu rapi. Menuju ke puncak kami melewati beberapa jalan landai dengan vebetasi yang mulai berkurang, dan tampaklah malam itu lampu-lampu di sekitar kota Karanganyar, Magetan dan sekitarnya yang memanjakan mata. Tidak terasa akhirnya kami sampai di Sendang Drajat pada pukul 03:00 dini hari.
Kami beristirahat di samping makam dengan menggelar matras seadanya. Mengingat kami tidak membawa tenda kami istirahat sambil mengeluarkan bekal kami. Bang Mbegog mulai menyalakan kompor untuk memasak air hangat biar bisa menghangatkan tubuh kami. Karena kami ingin masak mie instan kala itu, bang Mbegog mengajakku untuk mengambil air di Sendang Drajat. Kata bang Mbegog kalau orang yang pertama kali ke Sendan Derajat itu harus minum airnya dengan tangan tidak boleh dikokop. Aku berfikir ini sungguhan apa ngerjain saya ya, sudah gitu udara sangat dingin lagi mungkin bisa 10 derajat kala itu suhunya. Akupun manut saja waktu itu dan yapppp aku minum cukup banyak waktu itu. Apa yang terjadi selanjutnya.....
Kak Ardhi yang masih imut |
Tanganku mati rasa karena dinginnya air Sendang Drajat, disisi lain bang Mbegog tertawa dengan riangnya yang berhasil mengerjai saya. Suntukku Kurang ajar ini bocah sama orang tua, awas suatu ketika aku balasss pokonya. Aku segera lari menuju kompor yang sudah menyala dengan maksimal, kutempelkan rapat-rapat tanganku ke kompor yang nesting yang sudah mulai panas. Lama-lama rasa dingin itu hilang dan mereka tertawa puas sepuas-puasnya dengan lugunya saya kala itu. Minum hangat, makan mie dan kenyang waktu itu sembari nunggu waktu subuh lagi-lagi aku harus berwudlu ke sendang drajat lagi namun karena ini adalah kewajiban ya mau tidak mau rasa dingin tadi harus ku lawan.
Usai sholat subuh kami mengemas barang-barang kami kembali untuk dibawa dan tak lupa kami singgah sesaat ke warung Mbok Nah yang berada di dekat Sendang Drajat. Tidak terlalu lebar kala itu warung mbok Nah, namun cukup lengkap juga sajian jajannya. Bergegas kami naik ke puncak Gunung Lawu, lagi-lagi saya dikerjai oleh saudara bang Mbegog ini, katanya puncak masih 1 jam lagi. Pikirku wah tidak dapat sun rise dong kalau begitu dipuncak nanti. Padahal waktu itu waktu sudah menunjukkan pukul 05:15.
Mendekati puncak yang tidak saya sadari kala itu sun rise menunjukkan wajahnya yang malu-malu. Sedikit tertutup awan hitam, namun tetap saja cantik untuk dinikmatinya. Kami diajak rehat sebentar untuk mengabadikan momen kala itu. Usai itu bang mbegog tiba-tiba lari meninggaklan kami dan menghilang dan nggak taunya we ladalah sampai puncak juga ternyata hanya sekian detik kami sudah sampai puncak.
Dengan Bule di Depan Warung Mbok Nah |
Kurang Ajjjar aku bilang, lagi lagi aku dikerjain si Mbegog itu. Puas di puncak akhirnya kami di ajak menuju ke Kawah Mati yang kebetulan masih berair sedikit kala itu. Wah kesempatan nihh bisikku untuk segera minum dan hemmmm lebih segar dibanding dengan minuman kemasan. Kami sempatkan istirahat di kawah mati cukup lama dan Kak Ardhi mengeluarkan kering tempe untuk sarapan pagi kami. Mengukir nama kami di Kawah Mati, kemudian kami bergegas untuk turun melewati jalur nai sebelah timur dan langsung ketemu dengan warung Mbok Nah.
Mak bedunduk eehh ada bule nyasar di dekat warung Mbok Nah, talking - talking akhirnya kami bisa mengajak bule tersebut buat foto bareng hehehehe. Senang rasanya bisa foto bareng dengan mereka bisa menjadi kenangan tersendiri buat saya, kami dan kawan-kawan.