AMAZING!!! GUNUNG UNGARAN VIA PERANTUNAN: Viewnya Gak Ada OBAT
Mengenalkan anak-anakku ke alam adalah sebuah mimpi yang sudah ku inginkan sejak lama. Salah satunya mengenalkan mereka ke Gunung Ungaran Via Perantunan. Sesuai dengan harapan dapat libur panjang bulang Mei selama 4 hari, memanfaatkan momen sebai-baiknya untuk merencanakan liburan ke gunung yang memiliki ketinggian 2050 MDPL.
Mengunjungi rumah embah di Salatiga dan menginap 2 malam sebelumnya. Waktu yang tidak terlalu lama kami gunakan persiapan dengan matang untuk selanjutnya melakukan perjalanan ke gunung Ungaran.
Sabtu pagi kami sengaja bangun pagi-pagi untuk packing segala perlengkapan dan kebutuhan untuk pendakian. Membawa beras, ubi dan telor bebek kami kemas dengan baik di samping masih ada beberapa kue TURBO di tempat embah terbawa pula.
Pukul 10:00 WIB kami sampai di alun-alun Bandungan. Sedikit bercerita sebelum menjadi alun-alun dan icon di kecamatan Bandungan, dulunya alun-alun ini merupakan pasar tradisional yang sangat ramai dikunjungi para wisatawan. Dampaknya sering terjadi kemacetan di area ini, hingga akhirnya dirubah menjadi alun-alun Bandungan dengan view Gunung Ungaran. Meski terkesan berbeda dengan alun-alun di kota lain yang biasanya identik dengan pada lahan yang datar, alun-alun Bandungan di buat sesuai dengan kontur tanah yang sedikit miring namun di situlah aestetiknya.
Kami menunggu teman dari Wonosobo di Bandungan Mart yang berada di sebelah pojok alun-alun. Udara yang dingin nampaknya membawa kami ke sebuah kedai soto untuk mengisi amunisi sebelum pendakian. Rp 10.000 rasanya tidak mahal untuk menikmati soto ditemani hawa yang sejuk. Hingga akhirnya yang ditunggu sudah sampai, kami memasuki Bandungan Mart untuk membeli bekal minum dan makanan kesukaan anak kami.
Adzan duhur kami sampai di basecamp Perantunan, registrasi yang seadanya untuk tiga orang kami membayar Rp 85.000. Menitipkan barang yang tidak dibawa dalam pendakian, lalu kami memarkirkan motor yang sudah di sediakan, di bawah rimbunnya hutan pinus. Sholat dzuhur kami jamak dengan Ashar sudah kami laksanakan sebelum pendakian di mulai pada pukul 12:15 WIB.
Jalan datar yang menerima kedatangan kami seolah meloloskan keinginan saya untuk segera sampai di camp area. Gerbang pendakian menjadi daya tarik tersendiri buat anakku, berisitirahat dan auto cekrek untuk mengambil gambar sebagai dokumentasi. Sisa hujan semalam masih nampak jelas saat kami bertemu jalur yang tidak berbatu. Sisa air yang masih mengalir membuat jalur pendakian sedikit licin dan harus ekstra hati-hati.
Berpapasan dengan tektokers yang naik atau turun justru menambah semangat anak kami untuk berjalan. Sebut saja Oik (7 thn) dan Alifa (16 thn) ehhh jauh juga ya jarak usia mereka hehehe. Tidak terasa Pos 1, Pos 2, Pos 3 terlewati dengan medan pendakian yang random. Kadang berbatu, kadang landai, kadang beranak tangga semuanya kami nikmati dengan gurauan. Saat kami tiba di Pos 4, kami memutuskan untuk singgah beberapa saat. Banyaknya pendaki lain yang singgah tidak menyurutkan kami untuk bergabung. Sejenak kabut tebal turun, menghampiri tubuh-tubuh kami yang basah dengan keringat. Tidak berselang lama rintik hujan mulai berbunyi di antara rimbunnya lebatnya daun di hutan gunung Ungaran. Tidak memaksa kami untuk singgah lebih lama karena faktor keamanan yang membuat kami lebih lama untuk berada di pos 4.
Kami melanjutkan perjalanan kami saat hujan deras mengguyur, mantol plastik kami tautkan di tubuh kami, jalan semakin licin dan sedikit melambat perjalanan kami. Semua tidak menyurutkan perjalanan kami untuk segera mencari tempat untuk bisa mendirikan tenda.
Tanjakan Cinta menyambut kami dengan lahan datar dan kami putuskan untuk mendirikan tenda. Masih hujan lebat saat saya membuat KILI (aliran air supaya tidak menggenang). Pasang fly sheet supaya tenda tidak basah dan nyaman saat mendirikannya. Setengah jam kami berkutat dengan pendirian tenda kami. Satu persatu barang kami masukkan dan anak-anakku berganti baju yang kering.
The Real Sabana |
Masak air untuk menghangatkan tubuh, kami menyeduh susu instan sembari makan kue-kue turbo dari embah. Sayup terdengar adzan maghrib bergegas kami mengambil tayamum untuk menunaikan sholat maghrib yang kami jama dengan sholat isyak. Setelahnya makan malam dan go to sleep to take a rest then.
Tidur yang terlalu awal membuatku nyenyaknya berkurang, sesaat keluar tenda, gerimis sudah hilang dan city light malam itu begitu cantik. Menyuguhkan aroma-aroma candu untuk menikmati malam itu diantara lalu lalang pendaki yang naik dan menyapa dengan ramahnya kepada saya. Tidak terlalu dingin seperti sifat dia (ehh dia nya siapa yaakkk) untuk menikmati keindahan dan panorama gunung Ungaran di bagian selatan ini.
Pagi menjelang saat terdengar adzan subuh dari berbagai penjuru di kaki gunung Ungaran. Bergegas kubangunkan anak-anak ku untuk segera sholat subuh. Jaket tebal masih kami pertahankan saat mulai keluar dari tenda untuk Summit Attack. Rona jingga menggoda kami untuk menyunggingkan senyuman dan segera mengabadikan dengan kamera-kamera kami. Di belakang tenda kami banyak yang bertahan dengan view di Tanjakan Cinta ini.
Mimpi saya harus terwujud untuk membawa kedua anakku untuk ke puncak Gunung Ungaran (kataku dalam hati). Sisa hujan semalam masih menyisakan tanah yang licin, meski demikian semangat anak-anak ku tetap konsisten untuk sampai di puncak. Perjalan Oik yang masih kecil menjadi pusat perhatian para pendaki yang bertemu. Tidak sedikit mereka yang memberikan semangat bahkan ngajak foto bersama, memberi jajanan. Anak yang ramahable (humble maksudnya ya hehehehe) semakin lucu tingkahnya. Sedikit was-was juga sebenarnya saat melintas di bibir jurang hingga tidak kurang-kurangnya mulut ini menasehatinya.
"Aku tak akan berhenti untuk memberimu seteguk ilmu"
Sabana dan puncak gunung Ungaran menyapa kami dengan hijau rerumputan dan perdu-perdu. Matahari menyingsing di antara ranting-ranting kering hingga kedip mata ini tertahan untuk menatapnya. Hembusan angin sepoi menuntun kami untuk bertahan di bebatuan, membuka bekal dan menikmatinya bersama panorama cantik yang terbentang. Gunung Merbabu, Andong, Merapi, Telomoyo nampak menyapa di balik kabut tipisnya. Tetap terlihat cantik meskipun samar hingga bidikan-bidikan kamera kami untuk mengabadikannya. Di sebelah barat ada gunung Sindoro dan Sumbing yang tertutup awan di pucuknya tetap terlihat gagah.
Lantas kami berhenti di batas ketinggian bersama pendaki yang lain. Candu Gunung Ungaran kini merambah ke urat nadi buah hatiku. Aku tidak menyesal membawanya ke sini. Sekedar berbagi suka dan ceria bersama mereka. Tentu kami tidak akan berhenti begitu saja, untuk menapaki ketinggian di sini, ada wacana lain yang lain untuk ku kenalkan kepada kalian gunung baru dan sahabat alam yang baru untuk menggali dan mengkaji bersama.
I love you my Buah Hati